IPB

IPB
Kampus pertanian

Rabu, 15 Februari 2012

tentang hama cabe

BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang
            Cabai ‘Capsicum sp’ merupakan salah satu jenis tanaman yang banyak dibudidayakan di Indonesia. Hasil dari tanaman ini banyak diminati oleh masyarakat sebagai campuran bahan makanan atau sebagai bumbu dapur. Kandungan minyak atsiri pada cabai yang menyebabkan terasa pedas saat dikonsumsi. Dahulu cabai dibudidayakan sebagai rempah-rempah penghangat badan, tapi sekarang tidak sebatas itu saja karena cabai sudah menjadi komoditas yang bernilai ekonomis tinggi. Baik jenis cabai rawit, cabai merah, cabai keriting, ataupun paprika, memiliki penggemarnya masing-masing.
            Tanaman cabai memiliki risiko gagal panen yang tinggi. Terutama tanaman ini sangat rentan terserang hama dan penyakit. Upaya pencegahan dan pemberantasan hama penyakit perlu dilakukan agar mendapatkan hasil panen yang maksimal. Pencegahan dapat dilakukan sejak dini sebelum tanaman terserang oleh hama dan penyakit. Sedangkan bila sudah terserang, maka dilakukan pemberantasan dengan pestisida atau zat-zat kimia agar tingkat kerusakannya tidak meluas. Penggunaan pestisida dan zat-zat kimia untuk memberantas hama penyakit ternyata menimbulkan efek samping yang lebih berbahaya. Para petani cabai yang kurang berpendidikan tidak mengetahui teknik dan dosis yang tepat sehingga pestisida tidak bekerja secara efektif, tapi justru menimbulkan resistensi pada hama penyakit tersebut. Pestisida juga bersifat racun bagi manusia. Efek jangka panjang bila termakan oleh manusia dapat menyebabkan kerusakan hati dan kanker.  Selain itu, akumulasi dari pestisida atau zat-zat kimia dapat tertimbun di tanah atau hanyut ke sungai di sekitarnya sehingga juga dapat mencemari lingkungan. Ekosistem yang tercemar juga akan terganggu, bahkan merusaknya. Oleh karena itu, penulis ingin memperkenalkan dan menjelaskan teknik pencegahan dan pemberantasan hama penyakit yang tepat, serta lebih ramah lingkungan. Dengan menggunakan teknik-teknik dan pestisida yang ramah lingkungan ini, tingkat pencemaran pun dapat ditekan. Masyarakat juga tidak perlu khawatir akan mengonsumsi zat-zat yang berbahaya bagi tubuhnya.

1.2 Tujuan
            Adapun tujuan dari penulisan makalah ini, yaitu:
1.      Memperkenalkan macam-macam hama dan penyakit yang menyerang tanaman cabai.
2.      Memperkenalkan jenis-jenis dari pestisida yang digunakan dalam budidaya tanaman cabai.
3.      Menjelaskan tentang bahaya dari penggunaan pestisida buatan.
4.      Memperkenalkan dan menjelaskan teknik-teknik pencegahan dan pemberantasan hama penyakit pada tanaman cabai yang ramah lingkungan.













1.3 Rumusan Masalah
            Berikut adalah rumusan masalah yang akan dibahas pada makalah ini, yaitu:
1.      Apa saja hama dan penyakit yang menyerang tanaman cabai?
2.      Apa saja macam-macam jenis pestisida yang digunakan dalam budidaya tanaman cabai?
3.      Mengapa pestisida buatan kurang baik digunakan untuk upaya pemberantasan hama penyakit?
4.      Bagaimana cara mencegah dan memberantas hama dan penyakit tanaman cabai yang ramah lingkungan?

1.4 Manfaat
            Adapun manfaat dari penulisan makalah ini, yaitu:
1.      Menambah wawasan baru tentang macam-macam hama dan penyakit pada tanman cabai.
2.      Menambah wawasan baru dari jenis-jenis pestisida yang digunakan dalam budidaya tanaman cabai.
3.      Mendapat informasi tentang bahaya penggunaan pestisida buatan.
4.      Mengetahui teknik-teknik pencegahan dan pemberantasan hama penyakit tanaman cabai yang aman dan ramah lingkungan.








1.5 Landasan Teori
            Upaya pemeliharaan tanaman dengan cara pencegahan dan pemberantasan hama penyakit merupakan salah satu aspek penting dalam budidaya tanaman cabai . Upaya yang paling sering dilakukan petani ialah pemberantasan dengan menggunakan pestisida. Penggunaan pestisida sebenarna sudah dikenal sejak lama, yaitu sejak tahun 2500 SM, orang-orang Sumeria di Mesopotamia telah menggunakan pestisida dari belerang untuk memberantas tungau. Sekarang pestisida sudah dapat disintesis dari zat-zat kimia. Penemuan DDT (singkatan nama trivialnya; 4,4-dikhloro difenil trikhloro etana) menjadi awal pengembangan pestisida buatan. Pestisida ini disintesis oleh Othmar Zeidler pada tahun 1873. Namun, efek insektisidanya baru ditemukan oleh Paul Muller pada tahun 1939. Pada saat itu DDT dijuluki sebagai bahan kimia ajaib karena telah menyelamatkan ribuan hektar tanaman dari serangan serangga. Pada tahun 1964, Rachel Carson meluncurkan buku Silent Spring, yang berisi tentang bahaya dari DDT. Dia menuduh DDT merupakan salah satu polutan yang berbahaya bagi lingkungan hidup. Senyawa ini bersifat residu dan bioakumulasi sehingga dapat mencemari lingkungan sekitar.
            Pestisida DDT merupakan jenis dari pestisida buatan. Pestisida buatan adalah pestisida yang terbuat dari sintetis bahan-bahan kimia. Ada dua macam bahan kimia yang disintesis, yaitu bahan kimia anorganik dan organik. Senyawa kimia anorganik adalah senyawa kimia yang tidak memiliki unsur karbon, seperti: fosfin, fungisida belerang, tembaga (Cu), dan arsenik. Sedangkan senyawa kimia organik mengandung unsur karbon, seperti: organofosfat, karbamat, hidrokarbon berklor, triazol, piridin, pirimidin, urea, dan senyawa fenoksi. Senyawa-senyawa kimia ini kemudian disintesis di laboratorium untu dibuat pestisida buatan. Kelebihan dari pestisida ini pada awalnya sangat efektif untuk memberantas hama karena memiliki toksifitas yang tinggi dan pestisida ini lebih mudah didapatkan petani karena sudah diproduksi di pabrik-pabrik. Akan tetapi, pestisida buatan bila digunakan secara berlebih akan menimbulkan resistensi pada hama penyakit yang justru akan lebih merugikan bagi petani. Senyawa-senyawa dari pestisida buatan juga bersifat karsinogenik yang dapat menyebabkan kanker.
            Pestisida alami juga termasuk dalam jenis pestisida, tapi berasal dari ekstrasi tumbuhan atau jasad renik. Pestida ini tidak bersifat residu dan bioakumulasi karena dapat terurai oleh mikroorganisme. Pestisida alami lebih ramah lingkungan dan aman digunakan. Tingkat toksifitasnya tidak berbahaya bagi manusia.

1.6 Metodologi
            Penulisan makalah ini menggunakan metode kualitatif. Penulisan makalah berdasarkan  data-data yang diperoleh dari literatur buku dan internet. Data-data ini kemudian dikumpulkan sebagai bahan untuk disusun menjadi makalah “Pemberantasan Hama dan Penyakit Tanaman Cabai yang Aman dan Ramah Lingkungan”.













BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Hama dan Penyakit pada Tanaman Cabai
            Pengetahuan tentang hama dan penyakit merupakan hal yang penting bagi petani cabai dan berpengaruh dalam keberhasilan panennya nanti. Dengan adanya pengetahuan tentang hama dan penyakit tanaman cabai, maka petani dapat mengendalikan OPT dengan teknik dan cara-cara yang tepat. Misalnya hama serangga harus diberantas dengan insektisida atau penyakit karena jamur harus dikendalikan dengan fungisida. Jika petani cabai kurang mengenal OPT yang menyerang tanaman cabai, sudah dipastikan tidak dapat menentukan tindakan pengendalian dengan tepat. Kesalahan dalam perlakuan terhadap hama dan penyakit tanaman cabai justru berdampak buruk bagi petani itu sendiri. Hama dan penyakit tidak akan terberantas secara efektif, tapi menjadi merajalela dan semakin sulit dikendalikan. Berikut adalah hama dan penyakit yang seing menyerang tanaman cabai, antara lain:
1.      Thrips tabaci lindeman
Thrips ini banyak terdapat pada bawang merah, cabai, tomat, bayam, dan labu. Tembakau di Indonesia tidak diserang thrips ini. Panjang thrips antara 1,0-1,2 mm. Perkembangbiakannya meningkat jika kelembapan relatifnya sekitar 70 % serangga ini bertelur sekitar 80 butir. Berkembangnya secara partheonogenesis atau tanpa pejantan. Jika terganggu, hama ini akan bersembunyi di dalam tanah. Hama ini dapat menyebarkan virus pada tomat yang menyebabkan bercak pada daun. Nanas pun dapat terkena virus bercak kuning.
2.      Ulat gerayak ( Spodoptera litura )
Ulat gerayak banyak menyerang Temabakau dan tanaman lainya, seperti kedelai, kacang tanah, kentang, cabai, bawang merah, dan kubis. Hama ini membuat lubang pada daun tembakau, buah jarak, dan umbi pada ubi jalar. Ngengatnya  bertelur dalam 2-6 hari. Telur diletakkan dalam kelompok yang bentuknya bermacam-macam. Masing – masing kelompok berisi telur kurang lebih 350 butir. Jumlah semua telur mencapai 2.000-3.000 butir.
Telur akan menetas sesudah 3-5 hari setelah menetas, ulat kecil masih tetap berkumpul untuk sementara. Beberapa hari kemudian ulat menyebar mencari pakan. Pada siang hari ulat bersembunyi dalam tanah, sedangkan pada malam hari menyerang tanaman. Hama ini suka bersembunyi di tempat yang lembab. Biasanya ulat bersama – sama pindah dari tanaman yang telah habis daunya menuju ke tanaman lainya.
Saat berumur lebih kurang 2 minggu panjang ulat lebih kurang 5 cm. Warnanya bermacam-macam. Ciri khas dari ulat grayak adalah pada ruas perut yang keempat dan kesepuluh terdapat bentuk bulan sabit berwarna hitam yang dibatasi garis kuning pada samping dan punggungnya. Pengendalian hama dengan disemprot insektisida seperti azodrin sedini mungkin sebelum ulat pergi bersmbunyi ke dalam tanah.
3.      Kutu daun ( Aphis gossipii )
Hama ini disebut juga aphis semangka atau aphis kapas
-          Gejala serangan
Jika tanaman masih mudah terserang hebat, pertumbuhanya menjadi kerdil dan memutar dan daun keriting ke dalam, misalnya pada tanaman kapas, semangka, dan wijen. Tanaman rosela yang diserang biasanya warna daunya menjadi kuningdan kerdil aphis gossypii ini bisa menularkan lebih dari 50 jenis virus.
-          Morfologi
Warnanya hijau tua sampai hitam atau kuning coklat
-          Daur hidup
Perkembangbiakanya dengan cara partheonogenesis dan vivipar di tanaman dikotil dan tangkai daun tanaman monokotil. Apis jarang dijumpai berkembang biak atau menyerang tanaman rumput. Lalat betina menjadi dewasa setelah berumur lebih kurang 4-20 atau rata-rata 2-9 aphis muda/hari. Hama ini sering dikunjungi bermacam-macam semut yang mengharapkan embun madunya.
-          Pengendalian dengan penggunaan insektisida, bermacam-macam aphis dapat disemprot dengan insektisida , misalnya Perfekthion, Orthene, dan Anthino.
4.      Kumbang daun ( Ephilacna sparsa )
Hama ini biasanya menyerang tanaman yang masuk keluarga Solanaceae , terutama kentang, takokak, dan terong.
-          Gejala serangan
Daun yang diserang tinggal kerangka saja, tinggal tulang daun dengan jalur – jalur kecil dan mesofil, tanaman akan menjadi kecil atau buahnya menjadi kecil.
-          Morfologi
Bentuk hama ini bulat, warnanya merah dengan bercak hitam sebanyak 12-26. bentuknya hampir menyerupai lembing predator.larva yang telah dewasa pada instar yang keempat panjangnya 6 mm dan perutnya meruncing ke belakang dengan kakinya langsing panjang.
-          Daur hidup
Serangga ini dapat bertelur sampai 800 butir. Telurnya diletakkan dalam kelompok 20-50 butir di bawah daun. Dalam 4-5 hari telur akan menetas. Larva inin sangat rakus, pupanya hidup dengan cara berkelompok di daun, tangkai, atau batang. Hama ini juga sangat rakus dan dapat hidup lebih dari 3 bulan.
-          Pengendalian
      Semprot dengan insektisida yang berbahan aktif karbaril, karbofenotin,asepat, dan triklorfon.
5.      Tungau merah (  Tranycus bimacultus )
Hama ini banyak terdapat di daerah tropis, hama ini disebut dengan plifag / pemakan segala, lebih dari 100 jenis tanaman di serangnya diantaranya adalah jeruk, apel, kapas, kacang tanah, buncis, mentimun, tanaman hias, cabai, kedelai dan lain lain.
-          Gejala serangan
Daun menjadi layu dan rontok, terdapat bercak-bercak kuning pada daun dan akhirnya layu, tanaman menjadi kerdil.
-          Morfologi
Tungau dewasa besarnya mencapai 0,5 mm. Warna telur kuning pucat, garis tengahnya 0,15 mm. Tungau jantan berwarna hijau kekuningan sementara betinanya berwarna merah kecoklatan dengan bercak hitam. Kaki dan bagian mulutnya kelihatan putih jenih.
-          Daur hidup
Tungau betina bisa bertelur lebih dari 100 butir pada daun atau buah. Umur 1 generasi 10 hari pada temperatur 30 derajat / 22 hari, tungau ini aktif di siang hari dan membuat sarang laba-laba yang halus, larvanya berkaki 6 berwarna kemerahan dan tungau dewasa berkaki 8, sisa bekas – bekas kulitnya tampak di sekitarnya.
-          Pengendalian
Semprot dengan akarisida seperti Kelthan, Acarin, Galecron dan Gusathion. Selain itu gulma di sekitar tanaman harus di bersihkan.
6.      Belalang ( Valanga nigricornis )
Hama ini terdapat di daerah kering oleh karna itu belalang ini banyak hidup di hutan jati Ja-teng dan Ja-tim dengan ketinggian 600 m dpl. Belalang kayu dewasa akan muncul bersama sama sampai rarusan ribu. Binatang ini memakan daun tanaman seperti tanaman nagka, pisang, jagung, wijen, abai, jarak dll. Jika ada angin belalang biasa perg sejauh 3-4 km.
-          Morfologi
Warna tubuhnya abu-abu kecoklatan, terdapat bercak-bercak di paha belakangnya, sedangkan tulang betisnya berarna kemerahan. Sayap pada dasarnya berwarna kemerahan, panjang belalang jantan mencapai 49-63 dan betina 58-71.
-          Daur hidup
Umumnya belalang ini bertelur pada awal musim kemarau dan akan menetas pada awal muim hujan, yaitu Oktober dan November. Telur menetas sekitar 5-7,5 bulan.sekiatar 90 butir diletakkan di kantung berwarna coklat yang panjangnya 2-3 cm, kantung tersebut di masukkan ke lubang tanah dengan kedalaman 5-8 cm. Lubang demikian diisi dengan massa berbuih yang dapat mengeras.
-          Penegendalian
a.       Secara kimia, dengan cara menyemprotkan insektisida seperti Phosdrin, Diazinon dll.
b.      Penanaman bunga seperti Turi, dengan tujuan untuk mengundang kumbang endol. Kumbang dewasa menyukai bunga, sedangkan larvanya akan memakan telur – telur belalang.
c.       Penanaman tanaman yang rimbun di tepi sekitar kebun karena belalang menyukai bertelur di tempat terbuka.
7.      Lalat buah ( Dacus dorsalis )
Lalat ini diebut juga lalat buah Asia. Serangga ini tersebar di Pakistan, India, Sri lanka, indonesia, Malaysia dll. Hama ini menyerang nangka, jeruk, jambu, cabai, belimbing manis, pisang, timun, melon dll.
-          Gejala serangan
Lalat betina menusuk kulit buah dengan oviositornya sehingga buah akan mengeluarkan getah. Tusukan tersebut  juga menyebabkan bentk buah menadi jelek dan benjol. Selain itu, cendawan pembusuk kadang datang sehingga terjadi perubahan wana dan pembusukan buah, buah menjadi rusak atau pecah.
-          Morfologi
-          Sayapnya transparan, labar sayap sekitar 5-7 mm. Panjang badanya 6-8 mm. Warna perutnya ( abdomen ) coklat muda dengan pita coklat tua melintang, warna dada coklat tua dengan bercak kuning atau putih. Panjang telur 1,2 mm, sedangkan lebarnya 0,2 mm. Larva yang muda berwarna putih, namun ketika dewasa warna belatung menjadi kekuningan panjangnya 1 cm.
-          Pengendalian
a.       Menjaga kebersihan kebun.
b.      Penggunaan perangkap lalat buah
c.       Penyemprotan dengan insektisida hanya ditujukan untuk lalatnya
d.      Tanah dicangkul atau dibajak hingga kepompong yang ada dalam tanah terkena sinar matahari dan mati.
Sedangkan penyakit yang sering menyerang tanaman cabai antara lain:
1.      Penyakit bercak daun
Penyakit ini bisa disebut dengan penyakit alternaria. Selain itu, sering disebut dengan early blight untuk membedakanya dengan late blight atau penyakit Irlandia  yang disebabkan oleh cendawan  Phytophthora infenstans. Penyakit ini menyerang tomat, terong dan cabai.
-          Gejala serangan
Daun terlihat ada bempir hitam,bercak coklat tua hampir hitam. Bentuknya bulat dengan lingkaran – lingkaran yang konsentris. Serangan biasanya dimulai dari bawah daun kemudian naik ke atas, daun yang diserang manjadi tidak rata, bergerigi atau pecah-pecah tidak teratur. Ujung tunas berwarna hijau kadang daun kriting dan menggulung. Karna daun yang banyak rontok otomatis tanaman terganngu baik itu kulit batang, buah dan akar .
-          Pengendalian
a.       Penyemprotan dengan bubur bordeaux atau dengan kalisum arsenat.
b.      Rotasi tanaman.
c.       Tanaman yang sakit dicabut dan dibakar.
d.      Penanaman dengan jenis yang resisten
2.      Penyakit busuk akar
-          Gejala serangan
Tanaman yang sakit biasanya mengalami klorosis. Pada pangkal batang kelihatan bercak – bercak kebasahan. Jaringan tanaman berubah warnanya. Kulit yang membusuk mengeriput dan retak. Blendok keluar dari bagian yang retak. Sementara itu, bagian dalam kulit timbul kalus sehingga penyakit tidak bisa menyebar. Jika serangan terjadi lagi, lukanya menjadi tambah besar.
-          Daur hidup
Cendawan parasit ini bisa hidup lama dalam tanah karena bisa hidup secara saprofit dalam waktu lama. Selain itu, cendawan juga bisa membentuk sporangia dn spora. Jika udara dingin, air tanah berlebihan, dan pH 5,0-6,8, cendawan akan menyerang tanaman melewati luka. Miselium tersebar antara sel dan kulit. Kerusakan kulit dan jaringan xilem ( kayu ) akan menahan alian air dalam tubuh tanaman  sehingga tanaman akan layu dan akhirnya mati. Jika udara berkabut dan perbedaan temperatur siang dan malam hari kecil, penguappan air tanah akan terhambat dan infeksi akan cepat terjadi.
-          Pengendalian
a.       Lahan diberi drainase yang baik.
b.      Tanaman ditanam di atas tanah yang telah ditinggikan.
c.       Bagian tanaman yang sakit dipotong, kemudian dibakar.
d.      Bagian tanaman yang sakit dibersihkan dengan sikat, kemudian diolesi dengan pestiida.
e.       Pada musim hujan, pohon diolesi larutan kapur yang dicampur dengan bubur bordeaux.
3.      Penyakit virus keriting dan virus mosaik.
-          Gejala serangan
Tanaman muda yang terkena infeksi daunya menguning dan mengeritin. Selain itu, tanaman menjadi kerdil. Jika tananaman yang lebih tua terinfeksi, daunya menggulung ke atas dan memutar atau memilin daun yang muda. Tanaman cabai pada semua tingkatan pertumbuhan dapat terserang penyakit ini, tetapi yangpaling peka adalah tanaman yang muda.
-          Penyebaran
Pada umunya yang menularkan penyakit ini adalah serangga keluarga yassidae seperti Empoasca Wals, Eutettix tenullas baker,deltocepphalus burmister, dan jassub fab. Kutu daun ini dari tingkatan muda sampai dewasa bisa menularkan peyakit. Sekali memakan tanaman yang sakit, virus akan masuk ke dalam tubuh adn bisa keluar lagi jika kutu daun itu mengisap tanaman yang sehat. Ludah kutu ini banyak mengandung virus. Oleh karena itu, semakin banyak kutu loncat daun sebagai penular maka semakin efektif penularnya. Virus tidak berkembang biak dalam badan kutu, tetapi menyebar ke seluruh badan dalam darah, ludah, alat pernapasan dan kotoran. Jadi, kutu ini hanya sebagai pembawa saja ( carrier ). Pada waktu kutu mengisap cairan tanaman, alat pengisap sampai ke jaringan floem dan virus akan ikut masuk. Selanjutnya, virus masuk sepanjang jaringan floem, lebih cepat ke bawah daripada ke atas. Jika jumlah populasi kutu semakin banyak, serangan permulaan penyakit juga makin banyak, serangan penyakit juga makin lebat.
-          Pengendalian
a.       Tanamlah bibit yang resisten ( tahan penyakit ).
b.      Semprotlah tanaman secara rutin sminggu sekali dengan insektisida sebagai pengendali vektor penular sehingga populasinya bisa ditekan seminimum mungkin.
c.       Lakukan rotasi tanaman dan jangan menanam tanaman yang bisa terkena penyakit virus ujung kriting.
d.      Jagalah kebersihan sekeliling kebun dari kemungkinan tumbuhnya tanaman liar yang bisa terserang penyakit.
e.       Cabut, lalu bakar tanaman yang sudah terlanjung terserang
2.2 Jenis-Jenis Pestisida sebagai Pengendali Hama dan Penyakit Tanaman  Cabai
            Upaya pengendalian OPT salah satunya dapat dilakukan dengan menggunakan pestisida kimia buatan pabrik. Pestisida yang dimaksud dalam pembahasan ini meliputi insektisida, akarisida, fungisida, dan baktersida. Dalam menggunakan pestisida harus tepat jenis, tepat dosis, tepat waktu, dan tepat cara. Tepat jenis artinya harus sesuai dengan hama dan penyakit tanaman cabai yang akan diberantas. Tepat dosis berarti tiap-tiap pestisida memiliki takaran tertentu yang sesuai untuk pengendalian hama dan penyakit. Penggunaan pestisida juga harus sesuai dengan jam terbang hama dan penyakit tanaman yang menyerang atau tepat waktu. Sedangkan tepat cara artinya teknik penggunaan pestisida harus benar agar dapat memberantas hama dan penyakit tanaman cabai secara efektif. Oleh karena itu, pengetahuan tentang pestisida dan kegunaanya serta cara penggunaanya sangat dibutuhkan bagi para petani cabai. Terutama pengetahuan tentang pestisida buatan yang sering digunakan petani untuk mengendalikan OPT. Pestisida buatan banyak dipilih karena mudah didapatkan dan lebih praktis. Berikut ini merupakan jenis-jenis pestisida buatan yang digunakan untuk pemberantasan hama dan penyakit tanaman cabai, yaitu:
1. Hidrokarbon Berklor (Chlorinated Hydrocarbon)
            Kelompok senyawa ini sering disebut sebagai organoklorin, meskipun beberapa ahli menganggap nama ini kurang tepat karena dalam organiklorin termasuk pula fosfat organik yang mengandung klorin. Insektisida dari kelas hidrokarbon berklor umumnya merupakan racun kontak dan racun perut yang efektif untuk mengendalikan larva, nimfa, kdan serangga dewasa. Beberapa diantaranya juga mengendalikan pupa dan telur. Umumnya, hidrokarbon berklor kurang efektif untuk hama pencucuk-pengisap.
            Kelompok hidrokarbon berklor bekerja dengan memengaruhi saraf serangga lewat berbagai cara sehingga disebut dengan racun saraf. Kelompok ini umumnya sangat persisten, tidak mudah didekomposisi, dan cenderung menumpuk pada jaringan lemak hewan. Oleh karena itu, banyak negara- termasuk Indonesia-melarang penggunaan sebagian besar insektisida dari kelompok hidrokarbon berklor ini.
            Insektisida hidrokarbon berklor bisa dikelompokkan menjadi tiga golongan berikut :
1.      DDT dan analognya, misalnya BHC, dicofol, klorobenzilat, TDE, dan metoxychlor.
2.      Senyawa siklodien, misalnya aldrin, dieldrin, endrin, endosulfan; dan heptaklor.
3.      Terpena berklor, misalnya toksafen.
Aldrin*), dieldrin*), dan endrin*), ditemukan pada tahun 1949 dan dikenal dengan julukan “The Drins”. Ketiganya termasuk siklodien organoklorin yang tidak banyak atau tidak digunakan lagi.
DDT*), merupakan nama umum senyawa insektisida dari singkatan nama populernya yaitu dikloro-difenil-trikloroetan. Nama umum lain adalah zeidan, dikofan, atau klorofenotan. DDT merupakan racun saraf yang memengaruhi keseimbangan natrium pada membran saraf. Serangga mengembangkan kekebalan terhadap DDT dengan cara memecah senyawa beracun ini (dehidroklorinasi) menjadi senyawa DDE yang tidak aktif. DDT merupakan racun non-sistemik, racun kontak, dan racun perut, serta sangat persisten di lingkungan.
2. Endosulfan
            Endosulfan, ditemukan pada tahun 1965. Insektisida dan akarisida dari kelompok siklodien ini bekerja sebagai antagoni dari GABA receptor-chloride channel secara biokimia, bersifat non-sistemik, serta bertindak sebagai racun kontak dan racun perut. Endosulfan efektif untuk mengendalikan serangga dan tungau penusuk-pengisap, pengunyah, dan pengebor pada berbagai tanaman.
3. Diazinon
            Diazinon, pertama kali diumumkan pada tahun 1953. Diazinon merupakan insektisida dan akarisida non-sistemik yang bekerja sebagai racun kontak, racun perut, dan efek inhalasi. Insektisida ini berspektrum luas serta digunakan untuk mengendalikan berbagai serangga hama penusuk-pengisap, serangga pengunyah, dan serangga yang ada didalam tanah. Diazinon juga diaplikasikan sebagai bahan perawatan benih (seed treatment).
4. Dimetoat
            Dimetoat, ditemukan pada tahun 1951. Dimetoat merupakan insektisida dan akarisida organofosfat sistemik pertama sebagai penghambat kolin esterase. Dimetoat bekerja sebagai racun kontak dan racun perut serta memiliki spektrum luas untuk mengendalikan hama-hama dari kelas tungau (Acarinae), kumbang (Coleoptera), kutu daun (Aphids), lalat (Diptera), ngengat (Lepidoptera), kutu dompolan (Pseudococcidae), dan thrips (Thysanoptera) pada berbagai tanaman.
5. Profenofos
            Profenofos, ditemukan pada tahun 1975. Insektisida dan akarisida non-sistemik ini memiliki aktifitas translaminar dan ovisida. Profenofos digunakan untuk mengendalikan berbagai serangan hama (terutama Lepidoptera) dan tungau.
6. Protiofos
            Protiofos, merupakan insektisida non-sistemik yang bekerja sebagai racun kontak dan racun perut. Insektisida ini digunakan untuk mengendalikan ulat pemakan daun, thrips, dan kutu dompolan Pseudococcus spp ppada berbagai tanaman.
7. Karbosulfan
            Karbosulfan, ditemukan pada tahun 1979. Insektisida sistemik ini bisa disebut sebagai pro-insektisida dan bekerja sebagai racun kontak dan racun perut. Dalam tubuh serangga, karbosulfan akan diubah menjadi karbofuran.
8. Deltametrin
            Deltametrin, merupakan insektisida non-sistemik yang sangat kuat, memiliki efek knock-down yang sangat baik, serta bekerja sebagai racun kontak dan racun perut. Sebagaimana senyawa piretroid lainnya, deltametrin merupakan racun saraf yang menghalangi kerja saluran natrium (sodium) pada serabut saraf sehingga akan mencegah transmisi impuls saraf. Dibidang pertanian, insektisida ini digunakan untuk mengendalikan serangga hama dari ordo Coleoptera, Heteropetra, Homopetra, Lepidopetra, dan Thysanopetra, serta beberapa hama dari ordo Orthopetra (Acrididae, al. Locusta sp).
9. Permethrin
            Permethrin, diperkenalkan pertama kali pada tahun 1973 dan merupakan piretroid sintetik yang bersifat fotostable sehingga bisa digunakan untuk pengendalian hama di luar ruangan. Insektisida non-sisistemik ini bekerja sebagai racun kontak dan racun perut. Permethrin memiliki spektrum luas untuk berbagai jenis hama (seperti Lepidoptera, Coleoptera, dan Diptera).
10. Dikarboksimid
            Dikarboksimid merupakan kelompok fungisida dengan spektru pengendalian cukup luas. Dalam klasifikasi FRAC, fungisida ini dimasukkan dalam kelompok fungisida yang bekerja memengaruh sitesa lipid dan membran sel. Secara spesifik, Dikarboksimid dikelompokkan ke dalam kelompok F1, yaitu NADH cytocrome c reductase pada peroksidasi lipid. Umumnya, kelompok ini diklasifikasikan sebagai fungusida non-sistemik, meskipun diantaranya terdapat juga yang bersifat sistemik. Iprodion, vinklozin dan klozolinat merupakan fungisida non-sistemik, sedangkan prokimidon bersifat sistemik. Fungisida dikarboksimid ditemukan antara tahun 1974 hingga 1980.
11.Fenilamid
            Fenilamid merupakan kelompok fungisida yang sangat kuat, terutama mengendalikan berbagai jenis jamur dari kelas Oomycetes seperti Peronosporales, Sclerosporales serta kebanyakan anggota Pythiales dan Saprolegniales. Fungisida fenilamid merupakan fungisida sistemik, penetrasi ke dalam daun berjalan cepat, dan ditranslokasikan secara akropetal. Oksadiksil dan ofuras juga ditransportasikan secara basipetal. Fenilamid, fungisida monosite inhibitor, bekerja dengan mengintervensi sistesis asam nukleat dan bekerja menghalangi sintesis protein dengan cara menghambat sintesis ribosomal-RNA pada cendawan target. Fenilamid pertama kali diumumkan pada tahun 1977 dan secara komersial memasuki pasar tahun 1978, kelompok fenilamid terdiri atas 3 subkelas berikut.
1.      Fenilamid-asilalanin (phenylamide-acylalanine), terdiri atas furalaksil, metalaksil dan metalaksil-M (mefenoksam), dan benalaksil.
2.      Fenilamide-oksazolidinon (phenylamide-oxazolidinone), misalnya oksadiksil.
3.      Fenilamid-butirolakton (phenylamide-butyrolactone),  misalnya ofuras dan siprofuram.
12. Isoprotiolan
            Isoprotiolan, diperkenalkan padatahn 1975. FARC memasukkan isiprotiolan kedalam kelas tersendiri, yaitu kelas ditiolan. Fungisida sistemik ini diserap lewat akar dan daun serta ditranslokasikan secara akropetal dan basipetal. Isoprotiolan memiliki efek protektif dan kuratif. Fungisida ini bekerja dengan menghambat penetrasi serta perpanjangan hifa jamurdan digunakan untuk mengendalikan Pyricularia, Helminthosporium, Leptosphaeria, dan Fusarium (padi). Fungisida ini juga berfungsi sebagai insektisida untuk mengendalikan wereng serta sebagai zat pengatur tumbuh.
13. Dikloran
            Dikloran*), merupakan aromatik hidrokarbon-klorofenil serta diperkenalkan pada tahun 1960. Fungisida ini bekerja dengan cara menghambat sintesis protein tanpa mengganggu respirasi serta digunakan secara protektif untuk mengacaukan pertumbuhan hifa, tetapi sidikit pengaruhnya terhadap pertumbuhan spora. Dikloran efektif untuk mengendalikan jamur patogen dari genus Botrytis, Monilia, Rhizophus, Sclerotinia, dan Sclerotium pada berbagai tanaman.
14. Etridiazol
            Etridiazol*), merupakan aromatik hidrokarbon. Etridiazol bersifat non-sistemik serta bekerja sebagai fungisida protektif dan kuratif untuk mengendalikan Phytophthora dan Pyth.
            Saat ini penggunaan pestisida buatan sudah mulai dikurangi, bahkan sudah ada yang dilarang beredar oleh pemerintah. Pestisida buatan sangat bersifat racun, sehingga sulit untuk diuraikan oleh mikroorganisme. Selain sulit diuraikan, pestisida buatan juga bersifat residu atau dapat terakumulasi di dalam suatu ekosistem lingkungan. Bila hal ini tidak dihentikan, maka pestisida akan terus menumpuk dan lingkungan pun menjadi rusak karena tercemar. Penggunaan pestisida buatan tidak sesuai dengan dosisnya dalam jangka waktu tertentu justru akan menimbulkan resistensi terhadap hama dan penyakit tanaman cabai. Pada tahun berikutnya, serangan hama dan penyakit akan lebih banyak, bahkan sudah tidak berpengaruh dengan pestisida karena hama dan penyakit sudah membentuk resistensi atau ketahanan terhadap pestisida yang kita berikan. Manusia juga dapat terkena dampak dari penggunaan pestisida buatan saat menghirup maupun memakan makanan yang terkontaminasi, baik dampak jangka pendek maupun dampak jangka panjang. Dampak jangka pendek dapat berupa keracunan pestisida dan iritasi pada kulit. Sedangkan dampak jangka panjangnya, dapat terserang kanker karena senyawa-senyawa karsinogenik yang terkandung di dalam pestisida, bahkan dampak jangka panjang ini juga bisa menyebabkan mutasi dari beberapa organisme. Oleh karena alasan di atas, sebaiknya penggunaan pestisida buatan tidak berlebihan atau tidak menggunakannya sama sekali. Jika frekuensi penggunaan pestisida buatan dapat dikurangi maka tingkat pencemaran lingkungan oleh zat-zat berbahaya dapat berkurang dan keselamatan manusia lebih terjamin.
3.1 Teknik Pengendalian Hama dan Penyakit Tanaman Cabai yang Aman dan        Ramah Lingkungan
            Pengendalian hama dan penyakit tanaman cabai tetaplah aspek yang penting dalam produksi tanaman cabai. Bukan berarti karena penggunanan pestisida buatan yang terlalu berisiko bagi manusia dan lingkungan kita tidak melakukan upaya pengendalian OPT, melainkan kita dapat mencari cara lainnya yang aman dan ramah lingkungan, bahkan lebih efektif. Upaya ini meliputi pencegahan atau sebelum hama dan penyakit menyerang tanaman cabai dan pemberantasan saat hama dan penyakit menyerang dengan pestisida alami yang lebih aman. Ada berbagai cara yang dapat dilakukan untuk mencegah serangan hama dan penyakit pada tanaman cabai, antara lain:
1. Menyiangi atau membersihkan gulma pada tanaman cabai.
            Gulma atau rumput-rumput di sekitar tanaman cabai sering digunakan sebagai tempat bernaung hama serangga, seperti jenis kumbang dan kepik. Serangga inilah yang berperan sebagai vektor pembawa virus atau penyakit yang patogen terhadap tanaman cabai.
2. Menjaga kebersihan lahan tanam tanaman cabai.
            Bila banyak sampah dedaunan yang menumpuk, lingkungan tumbuh pun menjadi lembab maka tidak memungkiri adaya bakteri maupun jamur-jamur hidup di tempat itu. Bakteri dan jamur ini yang kemudian juga menyerang tanaman cabai.
3. Mengatur jarak tanam
            Jarak tanam yang terlalu dekat dan rapat akan mempermudahkan hama untuk berpindah dan menyebar. Jarak tanam sebaiknya agak renggang sehingga menyulitkan suatu hama untuk berpindah.
4. Mengatur waktu tanam
            Penanaman sebaiknya dilakukan saat populasi hama masih rendah. Contohnya untuk hama Thrips populasi rendah saat diantara musim penghujan dan kemarau.
            Jika tanaman sudah menyerang terlebih dahulu, kita dapat melakukan pemberantasan. Dalam hal ini kita melakukan upaya pemberantasan hama dan penyakit dengan cara yang aman dan tidak menimbulkan pencemaran lingkungan nantinya. Pengendalian hama dan penyakit yang ramah lingkungan dapat dengan menggunakan pestisida alami. Pestisida yang dimaksud ini adalah pestisida yang berasal dari bahan alami berupa ekstrak dari tumbuhan dan jasad renik. Kelebihan dari pestisida alami ini, antara lain tidak membahayakan manusia dan lingkungan karena mudah terurai atau tidak bersifat residu, tidak menimbulkan resistensi terhadap hama dan penyakit. Pestisida alami yang digunakan untuk memberantas hama dan penyakit tanaman cabai, yaitu:
1.      Nikotin, dihasilkan dari ekstraksi daun tembakau ‘Nicotiana tabacum’. Pestisida ini digunakan untuk mengendalikan serangga hama, nematoda, dan cendawan.
2.      Piretrum, dihasilkan dari ekstrak bunga krisan ‘Chrysantemum cinerariaefolium’. Pestisida ini untuk mengendalikan hama serangga dan tungau pada tanaman buah dan sayur.
3.      Rotenon, dihasilkan dari akar tuba ‘Derris eliptica’, untuk mengendalikan kutu daun, Thrips, ulat, dan kumbang.
4.      Sabadilla, dihasilkan dari ekstrak tanaman Schoenocaulum officinale, untuk mengendalikan berbagai macam Thrips.
5.      Bioinsektisida dari bakteri Bacillus thuringiensis.
6.      Bioinsektisida dari virus SeNPV(Spodoptera exigua Nuclear Polyhedrosis Virus) dan HeNPV (Heliothis Nuclear Polyhedrosis Virus).
7.      Bioinsektisida dari jamur Beauveria bassania.
8.      Bioinsektisida dari nematoda Steinernerma sp.
            Selain menggunakan pestisida alami, kita dapat mengendalikan hama dan penyakit tanaman cabai dengan menggunakan predator alami. Saat ini di Indonesia pengendalian dengan predator masih jarang dilakukan karena kurangnya pengetahuan tentang predator apa saja yang dapat mengendalikan hama dan penyakit. Contoh dari predator hama tanaman cabai, antara lain belalang sembah ‘Mantis sp.’ Sebagai predator kutu daun, laba-laba predator serangga, dan kutu tempurung predator hama Coocinella sp. Pengendalian dengan predator atau musuh alami dapat lebih efektif dan tidak merusak lingkungan sekitarnya.


















BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
            Dari penulisan makalah ini, penulis dapat menyimpulkan:
·         Ada berbagai macam hama dan penyakit tanaman cabai dan tiap-tiap hama penyakit memiliki perlakuan berbeda untuk mengendalikannya.
·         Ada berbagi macam jenis pestisida untuk pemberantasan hama penyakit tanaman cabai dengan fungsi dan spesifikasi untuk hama tertentu.
·         Pestisida buatan berbahaya jika penggunaannya tidak tepat karena bersifat residu di lingkungan dan menimbulkan resistensi pada hama.
·         Pengendalian hama penyakit tanaman cabai yang aman dan ramah lingkungan dapat dilakukan dengan upaya pencegahan dan pemberantasan dengan pestisida alami maupun predator alami.
3.2 Saran
            Saran dari penulis dalam upaya pemberantasan hama dan penyakit tanaman cabai, yakni:
·         Penggunaan pestisida buatan sebaiknya dikurangi bahkan dihindari karena pestisida ini dapat mencemari lingkungan hidup dan kurang aman bagi manusia;
·         Pencegahan hama dan penyakit sebaiknya dilakukan sejak dini agar tanaman tidak terserang;
·         Pemberantasan hama dan penyakit dengan pestisida alami dan predator alamai harus dikenalkan kepada masyarakat sehingga pencemaran.







DAFTAR PUSTAKA

Djojosumarto,P.2008. Pestisida dan Aplikasinya.Jakarta: PT Agromedia     Pustaka.
Pracaya.2007. Hama dan Penyakit Tanaman. Jakarta: Penebar Swadaya.
Tjahjadi, N.1991.Cabai. Yogyakarta: Kanisius.